Pages

Kamis, 22 Oktober 2015

22 Oktober 22 Tahun yang lalu


Amohargyo nugrahaning gusti
Putro jaler kang bagus rupane
Dimas Sangaji arane
Jumat Wage songo tabuh
Rorikur wulan Oktober
Tahun sangang doso tiga
Kabagyan Satuhu
Nyuwun Tambahing Pandonga
Mugi tansah pinayunganing gusti
Rahayu Salamanya


Atmojo kang pambayun puteri
Diah Rahmawati arane
Sapta warsa yuswane
Dene panengahipun
Ugi Mijil putri pawestri
Nami Dwi Wijayanti
Yuswane dwi warsa
Nyuwun tambahing pandonga
Putra putri dadoso tuladan suami
Caket Kang Maha Kwasa

(Ali Mursidi, Oktober 1993)

Dua puluh dua tahun yang lalu dua bait tembang mocopat tersebut dinyanyikan oleh sinden dan dalang di depan rumah saya dalam pertunjukan wayang kulit yang bercerita tentang lahirnya wisanggeni.

Yup beberapa hari setelah saya lahir yaitu pada saat aqiqah (mungkin tanggal 29 oktober) orang tua saya menggelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk. Pertunjukkan ini sebagai rasa syukur mereka karena telah dikaruniai anak laki-laki yaitu saya. Walaupun ekonomi keluarga kami saat itu masih belum stabil, orang tua saya tetap menggelar pertunjukkan ini dengan uang yang bisa dibilang dicukup-cukupkan biar cukup haha. 
Foto jadul pertunjukkan wayang wisanggeni lair di depan rumah (Oktober,1993)
Bapak memang sangat suka budaya Jawa, terlebih pada pewayangan. Pertunjukan wayang yang diceritakan pada saat itu adalah “Wisanggeni Lahir”. Cerita pewayangan ini mengisahkan tentang kisah wisanggeni yang lahir dari Arjuna yang merupakan seorang manusia dan Batari Dresanala yang merupakan seorang dewi. Jadi wisanggeni adalah manusia setengah dewa. Kelahiran wisanggeni tidak diinginkan para dewa bahkan dibuang di kawah condrodimuka karena para dewa tidak setuju hubungan Arjuna dan Dresnala. Tetapi wisanggeni malah menjadi sangat sakti sehingga bisa melawan, mengobrak pabrik kahyangan dan akhirnya kembali bertemu dengan orang tuanya. Wisanggeni ini merupakan tokoh yang sangat kuat. Dia bisa mengalahkan para dewa dan juga para pandawa.

Pertunjukkan wayang digelar ditengah jalan (Oktober, 1993)
Makna dari cerita ini menurut saya adalah walaupun kita dihadapkan banyak kesusahan, kita tidak boleh menyerah. Kita harus menjadi lebih kuat dengan adanya kesulitan tersebut seperti wisanggeni yang menjadi sangat sakti walaupun dia dihadapkan banyak kesusahan. Selain itu makna lainnya yaitu jadi apapun kita, kita harus tetap ingat pada orang tua yang telah melahirkan kita.
Melalui pewayangan ini secara tidak langsung orang tua saya juga berdoa agar saya bisa meniru watak juang dan watak-watak baik wisanggeni ini.

Jayengan dan Pemuda karang taruna yang selalu sigap melayani (Oktober, 1993)
Lanjut ke tembang mocopat yang saya tulis diatas. Tembang ini dibuat khusus oleh bapak saya untuk pertunjukkan wayang ini. Arti dari dua bait tembang diatas adalah sebagai berikut:

Amohargyo nugrahaning gusti --> Bahagianya mendapat Anugrah dari tuhan
Putro jaler kang bagus rupane--> Anak laki-laki yang tampan wajahnya
Dimas Sangaji arane--> dimas sangaji namanya
Jumat Wage songo tabuh--> jumat wage pukul sembilan
Rorikur wulan Oktober--> Dua puluh dua bulan Oktober
Tahun sangang doso tiga--> Tahun sembilan puluh tiga
Kabagyan Satuhu--> kebahagiaan yang sangat
Nyuwun Tambahing Pandonga--> Mohon tambah doanya
Mugi tansah pinayunganing gusti--> Semoga selalu dalam lindungan tuhan
Rahayu Salamanya--> Sejahtera selamanya

Atmojo kang pambayun puteri--> Anak pertama yang perempuan
Diah Rahmawati arane--> Diah Rahmawati namanya
Sapta warsa yuswane--> Tujuh tahun umurnya
Dene panengahipun--> Sedangkan anak tengahnya
Ugi Mijil putri pawestri--> Lahir anak perempuan
Nami Dwi Wijayanti--> Namanya dwi wijayanti
Yuswane dwi warsa--> Umurnya dua tahun
Nyuwun tambahing pandonga--> Mohon tambah doanya
Putra putri dadoso tuladan suami--> Anak anak semoga menjadi teladan bagi sesamanya
Caket Kang Maha Kwasa-->Dekat dengan Yang Maha Kuasa

Bait pertama menceritakan tentang saya. Sedangkan bait kedua menceritakan tentang kedua kakak saya. Akhir tiap bait adalah permohonan agar kami didoakan. Begitulah inti tembang ciptaan bapak saya ini.

Tembang mocopat adalah sajak/lagu tradisional Jawa tengah. Tembang mocopat ini ada 11 jenis. Setiap jenis mempunyai watak lagu berbeda-beda. Kesebelas jenis mocopat ini juga melambangkan kehidupan manusia dari janin sampai alam kubur. 11 jenis mocopat beserta filosofinya adalah sebagai berikut:
1. Maskumambang (dalam kandungan)
2. Mijil (lahir)
3. Sinom (muda)
4. Kinanthi (tuntunan/ membentuk jati diri)
5. Asmarandana (asmara)
6. Gambuh (kecocokan/menikah)
7. Dhandhanggula (senang/keberhasilan dalam keluarga)
8. Durma (dermawan)
9. Pangkur (menjauhi hawa nafsu)
10. Megatruh (kematian)
11. Pocung (alam kubur)

Nah tembang diatas yang dibuat bapak saya itu adalah dhandanggula. Jadi lagu ini dibuat pada masa bapak saya mendapat kebahagiaan dalam berumah tangga, begitu mungkin.
Macapat ini memiliki aturan yang lumayan ribet. Yaitu ada guru gatra (jumlah baris tiap bait), guru wilangan (jumlah suku kata tiap baris), dan guru lagu (huruf vokal terakhir tiap baris). Untuk dhandanggula gurunya adalah 10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a. Nah sebenarnya 2 bait dhandanggula di atas itu ada beberapa baris yang tidak sesuai guru lagu dan wilangannya. Saya tidak tahu pas hari H pertunjukkan itu jadinya bagaimana karena tulisan yang saya temukan ini adalah tulisan tua draftnya dhandanggula bikinan bapak. Mungkin pas pertunjukan ada perubahan.

Tulisan tembang mocopat bapak tersebut saya temukan beberapa bulan yang lalu. Tulisan ini merupakan bagian dari buku tua yang tidak sengaja saya temukan. Buku ini berisi foto bayi saya dan sedikit catatan kecil tentang saya. Buku ini seperti manuskrip berharga yang telah saya temukan. 

Buku Tua berjudul "Tahun-Tahun Pertama Si Kecil" yang berisi foto dan beberapa catatan.
Tulisan tembang dhandanggula di buku itu sudah hampir hilang karena dulu hanya ditulis dengan menggunakan pensil. Cukup sulit untuk menulis kembali tembang tersebut. Bapak juga sudah lupa isi tembang tersebut. 
Tulisan tembang dhandanggula yang hampir hilang
Pada ulang tahun saya yang ke 22 ini saya ingin menyampaikan ucapan banyak terimakasih  kepada orang tua saya karena mereka selalu memberikan yang terbaik untuk saya. Terimakasih Pak... Terimakasih Buk... I love U...
Saya dan kedua orang tua yang tercinta (Oktober, 1993)

Terakhir saya menggubah beberapa baris tembang buatan bapak agar guru lagu dan guru wilangannya sesuai. walaupun jadi wagu gak apa2lah haha...

Amohargyo nugrahaning gusti
Putro jalu kang bagus lan kiat
Dimas Sangaji asmane
Lair Tanggal rorikur
Jumat Wage ing tanah jawi
Oktober sanga tiga
Kabagyan Satuhu
Nyuwun Tambahing Pandonga
Mugi tansah pinayunganing gusti
Rahayu Salamanya

Atmojo kang pambayun puteri
Diah Rahmawati sing juwita
Wis Sapta warsa yuswane
Dene panengahipun
Ugi Mijil putri pawestri
Dwi Wijayanti m’nika
Yuswa kalih tahun
Nyuwun tambahing pandonga
Putra putri dadoso tuladan sami
Caket Kang Maha Kwasa

(Ali Mursidi, Oktober 1993;
digubah ulang Dimas Sangaji, Oktober 2015)